Badan Amal
Penerbangan
Maritim
Selama audit navigasi armada perusahaan secara menyeluruh, ditemukan sejumlah ketidaksesuaian dan celah prosedural setelah dilakukan perbandingan antara rencana pelayaran, buku log jembatan, dan data Voyage Data Recorder (VDR). Salah satu temuan penting adalah tidak adanya rencana jangkar dalam dokumen rencana pelayaran, padahal hal ini diwajibkan dalam Bridge Procedures Guide (BPG). Selain itu, tidak terdapat bukti objektif terkait frekuensi pemeriksaan posisi kapal maupun penggunaan radar untuk memplot posisi kapal guna memastikan lokasi jangkar yang aman.
Meskipun rekaman radar tersedia, teknik parallel indexing tidak terlihat selama manuver penting wheel-over. Tidak ada pula indikasi bahwa dilakukan pemeriksaan berkala guna memastikan kapal tetap berlabuh dengan aman, seperti pengambilan bearing dari marka navigasi tetap. Dalam beberapa kasus, hanya radar X-band yang dioperasikan saat kapal berlabuh, dan poin data penting seperti tanggal dan waktu aktual tidak dicantumkan dalam rencana pelayaran.
Metode yang digunakan untuk memperoleh posisi kapal tidak disebutkan, dan teknik parallel indexing tidak diterapkan saat kapal melintas di perairan pantai. Meskipun alat echo sounder terhubung dengan VDR, alat ini tidak dimonitor, dan indikator sudut kemudi tidak muncul pada tampilan langsung VDR. Rencana pelayaran pun tidak diperbarui meski terjadi perubahan kondisi seperti kapal terhanyut (drifting), dan meskipun anemometer telah terhubung dengan VDR, data hanya ditampilkan di layar radar.
Radar X-band diketahui dalam keadaan nonaktif pada titik krusial saat kapal berlabuh, dan indikator kedalaman tidak terlihat di tampilan langsung VDR, meskipun Echo Sounder telah terhubung. Selain itu, log pelayaran ECDIS memuat tahun yang salah. Meskipun nakhoda telah menyetujui perintah tetap dan rencana pelayaran, tidak ditemukan bukti pendukung dalam data VDR terkait verifikasi posisi kapal melalui bearing dari marka navigasi tetap, sebagaimana tercantum dalam daftar periksa SMS.
Selama pelayaran, pemutaran ulang radar mengidentifikasi kapal-kapal di sekitar, dengan titik pendekatan terdekat melampaui batas yang ditetapkan oleh nakhoda dalam perintah tetap. Tidak semua target radar diakuisisi, dan hanya jejak radar yang dimonitor sepanjang pelayaran.
Ketidaksesuaian signifikan dalam prosedur perencanaan pelayaran menimbulkan kekhawatiran serius terhadap keselamatan navigasi kapal. Permasalahan ini terungkap dalam audit internal, bukan oleh otoritas eksternal.
Kegagalan utama mencakup tidak digunakannya teknik parallel indexing, tidak adanya verifikasi posisi kapal, ketiadaan rencana jangkar, serta pemanfaatan radar yang tidak memadai selama tahap penting pelayaran dan saat kapal berlabuh. Selain itu, nakhoda yang menyetujui rencana pelayaran tidak terlibat langsung dalam proses perencanaannya. Hal ini menunjukkan kegagalan mendasar dalam kepatuhan yang memerlukan tindakan korektif segera guna mempertahankan standar keselamatan.
Audit menyeluruh perusahaan terhadap seluruh armada menemukan permasalahan serupa, menunjukkan bahwa ini merupakan isu sistemik, bukan pelanggaran yang bersifat individual.
CHIRP mengimbau seluruh perusahaan untuk meninjau kembali prosedur navigasi mereka guna memastikan kesesuaiannya dengan persyaratan SMS perusahaan dan Bridge Procedures Guide (BPG).
Budaya – Norma yang tidak aman telah berkembang, sehingga ketidakpatuhan menjadi hal biasa dan diterima. Sikap lengah, norma yang menyimpang, dan kurangnya pengetahuan menciptakan lingkungan berisiko. Pelatihan, kepemimpinan, dan budaya perusahaan memiliki peran krusial, menandakan permasalahan sistemik di luar kesalahan individu.
Komunikasi – Kurangnya komunikasi yang memadai antara anggota tim jembatan dan nakhoda menyebabkan celah dalam pelaksanaan serta pemahaman terhadap rencana pelayaran yang telah disetujui.
Kelengahan – Ketidakpatuhan yang berulang di seluruh armada menunjukkan bahwa norma-norma tidak aman telah diterima, seperti tidak memperbarui VDR atau mengabaikan pemetaan radar, yang mencerminkan tingkat kelengahan yang berbahaya.
Pelatihan – Perwira dek tidak memiliki pelatihan dan pengetahuan yang memadai untuk mengelola VDR dan menyusun rencana pelayaran secara menyeluruh, termasuk rencana jangkar dan penggunaan radar.
Pelaporan – Perwira junior mungkin merasa tidak memiliki kewenangan untuk mempertanyakan rencana yang tidak memadai atau mengungkapkan kekhawatiran, yang memperpetuasi praktik tidak aman karena budaya diam.
Kesadaran Situasional – Pemahaman yang lemah terhadap langkah-langkah navigasi penting, dari penggunaan radar hingga prosedur berlabuh, menunjukkan kurangnya kesadaran situasional dan apresiasi terhadap risiko.
Kerja Tim – Kurangnya koordinasi, pemantauan, verifikasi, dan tanggung jawab bersama dari tim jembatan dalam navigasi dan pencatatan data menunjukkan kegagalan sistemik dalam komunikasi internal serta budaya yang menghambat penyampaian pendapat.
Pelaut: “Merasa aman bukan berarti benar-benar aman.”
Hanya karena suatu tindakan terasa biasa, seperti melewati pemeriksaan radar atau tidak memperbarui VDR, bukan berarti tindakan tersebut aman. Sampaikan pendapat Anda. Anda adalah mata dan telinga keselamatan di atas kapal. Jangan diam. Sampaikan kekhawatiran, saling menjaga, dan terapkan prinsip pelaut sejati. Suara Anda penting dan dapat menyelamatkan nyawa.
Manajer Kapal: “Banyak kapal, masalah sama? Itu masalah manajemen.”
Jika kru sering memangkas prosedur, perhatikan pelatihan, kepemimpinan, dan dukungan yang mereka terima. Pastikan kru memahami ekspektasi dan merasa percaya diri untuk bersuara. Budaya keselamatan dimulai dari darat, dan menjadi tanggung jawab Anda untuk membangunnya.
Regulator: “Kepatuhan administratif tidak dapat menyembunyikan risiko operasional.”
Ketika tugas krusial seperti pemetaan radar atau pemeriksaan rencana pelayaran diabaikan di seluruh armada, itu adalah indikasi bahwa sistemnya bermasalah—bukan pelautnya. Regulator harus melampaui dokumen dan meninjau praktik nyata. Audit SMS yang terfokus, umpan balik anonim dari kru, dan kunjungan lanjutan dapat mengungkap kegagalan budaya keselamatan.